Dalil
Tahlilan Untuk Mayit
Pengertian Selamatan atau Haul
Haul berasal dari bahasa arab : berarti telah lewat atau berarti tahun. masyarakat Jawa menyebutnya (khol/selametane wong mati) yaitu : suatu upacara ritual keagamaan untuk memperingati meninggalnya seorang yang ditokohkan dari para wali, ulama’, kyai atau salah satu dari anggota keluarga.
Haul berasal dari bahasa arab : berarti telah lewat atau berarti tahun. masyarakat Jawa menyebutnya (khol/selametane wong mati) yaitu : suatu upacara ritual keagamaan untuk memperingati meninggalnya seorang yang ditokohkan dari para wali, ulama’, kyai atau salah satu dari anggota keluarga.
1.Khotmul Qur’an yaitu membaca
al-Qur’an 30 juz (mulai dari juz 1 s/d juz 30).
Imam Nawawi di dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab juz 5 hal 258. menegaskan.
Artinya “Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendoakan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunah dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai menghatamkan al-Qur’an”.
Imam Nawawi di dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab juz 5 hal 258. menegaskan.
Artinya “Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendoakan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunah dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai menghatamkan al-Qur’an”.
2.Tahlilan
Ibnu Taimiyah menegaskan masalah tahlil dengan keterangannya sebagai berikut :
Ibnu Taimiyah menegaskan masalah tahlil dengan keterangannya sebagai berikut :
Artinya : Jika seseorang membaca tahlil
sebanyak 70.000 kali, kurang atau lebih dan (pahalanya) dihadiahkan kepada
mayit, maka Allah memberikan manfaat dengan semua itu. Fatawa XXIV/323
3.Doa yang dihadiahkan kepada mayit.
Syekh Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa ulama’ telah sepakat mengenai doa dan memohonkan ampunan untuk mayit sebagaimana dalil di bawah ini :
Artinya : Do’a dan memohonkan ampun
untuk mayit, pendapat ini telah menjadi kesepakatan ulama’, hal ini berdasarkan
firman Allah (Dan orang-orang yang datang setelah mereka *muhajirin dan anshar*
berdoa : Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah
mendahului kami dengan iman, dan jangan engkau jadikan hati kami “mempunyai
sifat” dengki kepada orang-orang yang beriman, Ya Tuhan kami sesungguhnya
Engkau Maha penyantun dan Maha penyayang) QS. AL-HASYR AYAT 10. Dan telah
disebutkan sebelumnya sabda Rasul Allah saw. Jika kamu menyalati mayid, maka
ikhlaslah dalam berdoa. Dan juga doa Rasulullah saw. Ya Allah ampunilah
orang-orang yang hidup dan yang mati kami (umat Nabi). Ulama’ salaf dan kholaf
selalu mendoakan orang-orang mati dan mereka memohonkan kepadanya rahmat dan
ampunan, tanpa seorang pun mengingkarinya.
4. Pengajian umum
yang kadang dirangkai dengan pembacaan secara singkat sejarah orang yang dihauli, yang mencakup nasab, tanggal lahir dan wafat, jasa-jasa, serta keistimewaan yang patut diteladani.
yang kadang dirangkai dengan pembacaan secara singkat sejarah orang yang dihauli, yang mencakup nasab, tanggal lahir dan wafat, jasa-jasa, serta keistimewaan yang patut diteladani.
5. Sedekah ,
diberikan kepada orang-orang yang berpartisipasi pada acara selametan, atau diserahkan langsung ke rumah masing-masing (ater-ater ) Hal ini berdasarkan kepada perintah Nabi yang berbunyi:
diberikan kepada orang-orang yang berpartisipasi pada acara selametan, atau diserahkan langsung ke rumah masing-masing (ater-ater ) Hal ini berdasarkan kepada perintah Nabi yang berbunyi:
Rasulullah saw. bersabda : bersedekahlah
kamu sekalian untuk dirimu sendiri dan untuk ahli quburmu walau hanya dengan
seteguk air, jika kamu sekalian tidak mampu bersedekah dengan seteguk air maka
bersedekahlah dengan satu ayat dari kitab Allah, jika kamu tidak
mengetahui/tidak mengerti sesuatu dari kitab Allah, maka berdoalah dengan
memohon ampunan dan mengharap rahmat Allah, maka sesungguhnya Allah telah berjanji
akan mengabulkan. (Di terangkan dalam kitab Durro an-Nasikhin, halaman 95).
Imam Nawawi menceritakan, bahwa Sedekah
(shodaqoh ) itu dapat diambil manfaatnya oleh mayit dan pahalanya pun sampai
kepadanya, baik sedekah dari anaknya (keluarga ) maupun selain anak (orang lain
), dan ini sudah menjadi kesepakatan ulama’, karena hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad, Imam Muslim dan lainnya. Dari Abi hurairah ra. : seorang
laki-laki bertanya kepada Nabi saw. : Bapak saya telah meninggal, dia
meninggalkan harta dan tidak meninggalkan wasiat. Apakah dapat menebus dosanya
jika aku bersedekah sebagai gantinya?. Nabi menjawab : Ya, bisa. Keterangan
Dalam kitab Peringatan Haul hal. 23-26.
Ø Dalil Haul
Dalil mengenai haul adalah berdasarkan hadits yang menerangkan bahwa junjungan kita Sayyidina Muhammad saw. Telah melakukan ziarah kubur pada setiap tahun yang kemudian diikuti oleh sahabat Abu Bakar, Umar dan utsman. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dari al-Waqidy.
Dalil mengenai haul adalah berdasarkan hadits yang menerangkan bahwa junjungan kita Sayyidina Muhammad saw. Telah melakukan ziarah kubur pada setiap tahun yang kemudian diikuti oleh sahabat Abu Bakar, Umar dan utsman. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dari al-Waqidy.
Artinya: al-Waqidy berkata “Nabi Muhammad
saw. berziarah ke makam syuhada’ uhud pada setiap tahun, apabila telah sampai
di makam syuhada’ uhud beliau mengeraskan suaranya seraya berdoa : keselamatan
bagimu wahai ahli uhud dengan kesabaran-kesabaran yang telah kalian perbuat,
inilah sebaik-baik rumah peristirahatan. Kemudian Abu Bakar pun melakukannya
pada setiap tahun begitu juga Umar dan Utsman.
Diterangkan dalam kitab Ittihaf al-Sadah
al-Muttaqin juz XIV hal.271, kitab Mukhtashor Ibnu Katsir juz 2 hal.279, dan
dalam kitab Raddu al-Mukhtar ‘ala al-durri al-Mukhtar juz 1 hal 604.
Ø Hukum Selametan 1-7, 40, 100 hari dan
Haul
Mengenahi hukum haul dan selamatan ulama’ berbeda pendapat, tetapi mayoritas ulama’ dari empat madzhab berpendapat bahwa pahala ibadah atau amal shaleh (selametan ) yang dilakukan oleh orang yang masih hidup bisa sampai kepada orang yang sudah mati (mayit). Namun di sini akan kami paparkan seputar khilaf para ulama mengenai hal ini (yang membolehkannya dan yang tidak memperbolehkannya) Adapun berbagai pendapat ulama’ madzhab beserta dalil-dalilnya akan kami terangkan di bawah ini;
Mengenahi hukum haul dan selamatan ulama’ berbeda pendapat, tetapi mayoritas ulama’ dari empat madzhab berpendapat bahwa pahala ibadah atau amal shaleh (selametan ) yang dilakukan oleh orang yang masih hidup bisa sampai kepada orang yang sudah mati (mayit). Namun di sini akan kami paparkan seputar khilaf para ulama mengenai hal ini (yang membolehkannya dan yang tidak memperbolehkannya) Adapun berbagai pendapat ulama’ madzhab beserta dalil-dalilnya akan kami terangkan di bawah ini;
A. Pendapat sahih yang memperbolehkan
1. Menurut Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah
Syaikhul Islam Taqiyuddin Muhammad ibn Ahmad ibn Abd. Halim (yang lebih populer dengan julukan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dari madzhab hambali) dalam kitab Majmu’ Fatawa : XXIV/314-315, menjelaskan sebagai berikut ini:
Syaikhul Islam Taqiyuddin Muhammad ibn Ahmad ibn Abd. Halim (yang lebih populer dengan julukan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dari madzhab hambali) dalam kitab Majmu’ Fatawa : XXIV/314-315, menjelaskan sebagai berikut ini:
Artinya : Adapun sedekah untuk mayit,
maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat islam, semua itu
terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi saw, seperti kata sa’at “Ya
Rasul Allah, sesungguhnya ibuku wafat, dan aku berpendapat jika ia masih hidup
pasti bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya ?”
maka beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit : haji, qurban,
memerdekakan budak, doa dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di
antara para imam.
Dan lebih spesifik lagi beliau
menjelaskan dalam hal sampainya hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan
al-Qur’an kepada mayit dalam kitab Fatawa : XXIV/322 sebagai berikut ini
Artinya : “jika saja dihadiahkan kepada
mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (al-qur’an/kalimah
thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan”.
2.Menurut Imam Nawawi
Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin ibn as-Syaraf, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi di dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab juz 5 hal 258. menegaskan.
Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin ibn as-Syaraf, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi di dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab juz 5 hal 258. menegaskan.
“Disunnahkan untuk diam sesaat di
samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendoakan dan memohonkan ampunan
kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya,
dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunah dibacakan beberapa ayat
al-Qur’an di samping kubur si mayat, dan lebih utama jika sampai menghatamkan
al-Qur’an”.
Selain paparannya di atas Imam Nawawi
juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di bawah ini
“Dan disunahkan bagi peziarah kubur
untuk memberikan salam atas (penghuni ) kubur dan mendoakan kepada mayit yang
diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan doa itu akan lebih
sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan/ajarkan
dari Nabi Muhammad saw., dan disunahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan
diakhiri dengan berdoa untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam
kitab al-umm ) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya.
3.Menurut Imam Ibnu Qudamah
Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hanbali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab karyanya al-Mughny juz 2 hal. 566.
Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hanbali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab karyanya al-Mughny juz 2 hal. 566.
Artinya “al-Imam ibn Qudamah berkata :
tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau kalimah tayyibah) di samping
kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hanbal bahwasannya beliau
berkata : jika hendak masuk kuburan/makam, bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa
Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan doa : Ya Allah
keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur.
4.Menurut Fuqoha’ Ahlussunnah Wal
Jama’ah
Menurut jumhur fuqoha’ ahlussunnah wal jama’ah seperti yang telah diterangkan oleh al-‘Allamah Muhammad al-‘Araby mengutip dari hadits Rasulullah dari sahabat Abu Hurairah ra.
Menurut jumhur fuqoha’ ahlussunnah wal jama’ah seperti yang telah diterangkan oleh al-‘Allamah Muhammad al-‘Araby mengutip dari hadits Rasulullah dari sahabat Abu Hurairah ra.
Artinya: Abi Hurairah ra. berkata,
Rasulullah saw bersabda “barang siapa berziarah ke makam/kuburan kemudian
membaca al-Fatikhah, Qul Huwa Allah Akhad, dan al-Hakumuttakatsur, kemudian
berdoa “sesungguhnya aku hadiahkan pahala apa yang telah kubaca dari firmanmu
kepada ahli kubur dari orang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan” maka pahala
tersebut bisa mensyafaati si mayit di sisi Allah swt”.
B. Pendapat yang tidak Memperbolehkan
1.Pendapat Ulama’ Madzab Syafi’i
Pendapat masyhur dari golongan madzhab
Syafi’i bahwa pahala membaca al-Qur’an tidak bisa sampai pada mayit, hal ini
diterangkan dalam kitab al-Adzkar hal 150.
Artinya : Ulama’ berbeda pendapat dalam
masalah sampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayit, maka menurut pendapat
yang masyhur dari madzhab syafi’i dan golongan ulama’ menyatakan tidak bisa
sampai kepada mayit, sedang Imam Ahmad bin Hanbal dan golongan ulama’ dan
sebagian dari sahabat Syafi’i menyatakan sampai kepada mayit.
Dan menurut pendapat yang terpilih:
hendaknya orang yang membaca al-Qur’an setelah selesai untuk mengiringi
bacaannya dengan doa :
اَللََّهُمَّ اَوْصِلْ ثَـوَابَ مَا قَـرأْ تـُهُ اِلَى فُلاَن ٍ
(Ya Allah sampaikanlah pahala bacaan
al-Qur’an yang telah aku baca kepada si fulan *mayit*)
2.Menurut pendapat Madzhab Imam Malik
Menurut pendapat ulama’ pengikut madzhab
Maliki bahwasanya pahala puasa, shalat sunnah dan bacaan al-Qur’an adalah tidak
bisa sampai kepada mayit. Keterangan kitab Majmu’ Fatawa juz XXIV hal.314-315,
Artinya : Adapun puasa, shalat sunnah,
membaca al-Qur’an ada dua pendapat :
- Mayit bisa mengambil manfaat
dengannya, pendapat ini menurut Imam Ahmad, Abu Hanifah dan sebagian sahabat
Syafi’i yang lain
- Tidak sampai kepada mayit, menurut
pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Malik dan syafi’i.
Demikianlah beberapa pendapat ulama’
mengenai hukum selametan 1-7/40/100 hari/haul . Meskipun pendapatnya
berbeda-beda mereka pun (para ulama’) saling menghargai dan menghormati
perbedaan tersebut dan kesemuanya itu masing-masing memiliki tendensi atau
dasar sendiri-sendiri.
Oleh karena itu marilah kita selalu
berusaha meningkatkan profesionalisme kita, belajar bersikap lebih dewasa,
dalam menyikapi setiap perbedaan kita harus saling menghargai dan menghormati,
karena suatu perbedaan adalah rahmah bagi kita semuanya kalau kita pandai
mengambil hikmah darinya, dalam kitab Hasiyah al-Bujairomi juz 9 hal 71.
dijelaskan Perbedaan Ulama’ itu Adalah Rahmat
Dan ingatlah contoh tentang perbedaan
pendapat yang langsung diberikan oleh pemilik jagat raya ini, lihat al-Qur’an
surah al-Kahfi ayat 60 s/d 82 juz 16 (kisah perbedaan pendapat antara Nabi Musa
dengan Nabi khidzir), oleh karena itu marilah kita selalu menjunjung tinggi
sikap saling menghargai dan menghormati, dari situlah akan tercipta kehidupan
harmoni dan perdamaian yang bersifat abadi. Amin.
2 komentar:
Jika slametan dan tahlilan untuk mayit memang baik dan bagian dari sunnah, tentu Rosulullah dan para sahabat sudah lebih dulu melakukannya mbak.
ga usah menuduh salah satu organisasi atau individu, saudara ini ilmu blm banyak, justru saya sarankan harus masih banyak belajar ...kita itu hanya memiliki ilmu sedikit jauh sekali dengan ustadz di mta. sadarlah kita sama-sama muslim .
Posting Komentar